contoh laporan praktikum biologi umum keanekaragaman hayati
LAPORAN
PRAKTIKUM
BIOLOGI UMUM
KEANEKARAGAMAN
HAYATI
NAMA
NIM
KELOMPOK
JURUSAN BUDIDAYA
PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
PALANGKA RAYA
2016
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia terletak pada garis 6°LU - 11°LS dan
95°BT - 141°BT. Dengan demikian, Indonesia terletak di daerah beriklim tropis
dan dilewati oleh garis khatulistiwa. Letak ini menyebabkan Indonesia memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia pun memiliki berbagai jenis
ekosistem, seperti ekosistem perairan, ekosistem air tawar, rawa gambut, hutan
bakau, terumbu karang, dan ekosistem pantai. Beragam tumbuhan, hewan, jamur,
bakteri, dan jasad renik lain banyak terdapat di Indonesia. Sekitar 40.000 jenis
tumbuhan, 350.000 jenis hewan, 5.000 jenis jamur, dan 1.500 jenis Monera berada
di Indonesia. Bahkan banyak jenis makhluk hidup yang merupakan makhluk hidup endemik atau hanya ditemukan di suatu
daerah saja. Indonesia memiliki
ekosistem yang memiliki tumbuhan yang beranekaragam jenisnya, seperti ekosistem
hutan bakau, hutan hujan tropis, padang rumput, dan ekosistem pantai. Bahkan
ada yang memperkirakan bahwa di hutan dengan luas sekitar 2 hektar terdapat
sekitar 250 jenis tumbuhan. Banyak
sekali tumbuhan khas yang dimiliki Indonesia, seperti salak (Salacca zalacca), durian (Durio zibethinus), kedongdong (Canarium ovatum), sukun (Artocarpus altilis), dan mengkudu (Morinda citrifolia). Selain itu,
terdapat juga tumbuhan endemik Indonesia yang cukup terkenal, yaitu bunga
bangkai (Raflesia arnoldii) dan
matoa (Pometia pinnata).
Hubungan antara keanekaragaman
hayati dengan evolusi di
bumi. Keanekaragaman spesies yang ada pada saat ini merupakan adanya evolusi dari suatu spesies
yang ada di masa lampau. Evolusi lebih tepat terjadi akibat dari adanya
perubahan-perubahan secara genetik. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan yang mengalami pengaruh tekanan yang tinggi terhadap organisme
tertentu. Dari populasi dengan lingkungan yang telah berubah tersebut, yang
tertinggal hanyalah yang dapat bertahan terhadap tekanan
pada lingkungan, sehingga organisme yang tidak dapat bertahan
tersebut akan punah seiring dengan berjalannya waktu. Secara genetik populasi
yang dapat bertahan tersebut akan menurunkan keturunan dengan gen-gen terbaik
mereka.
Pemanfaatan
keanekaragaman hayati telah dilakukan oleh masyarakat selama berabad-abad
berdasarkan berbagai sistem pengetahuan yang berkembang. Misalnya masyarakat
Indonesia telah menggunakan lebih dari 6.000 spesies tanaman berbunga (liar
maupun yang dibudidayakan) untuk memenuhi kebutuhan akan sandang, pangan,
papan, dan obat-obatan. Mereka mengetahuai pola tanam tumpang sari untuk
mengendalikan hama. Pengetahuan tradisional tentang keanekaragaman hayati tercermin
dari pola pemanfaatan sumber daya hayati, pola pertanian tradisional, serta
pelestarian alam yang masih hidup pada banyak kelompok masyarakat di Indonesia
Berdasarkan tingkatan prioritasnya, kebutuhan manusia terhadap keanekaragaman
hayati dibedakan menjadi dua, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder.
Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang sifatnya mutlak untuk dipenuhi, meliputi
sumber bahan pangan, rumah (tempat tinggal), pakaian, dan oksigen. Sedangkan
kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang sifatnya tambahan. Kebutuhan primer yang utama adalah makanan. Kebutuhan manusia terhadap
makanan bergantung dari tumbuhan dan hewan yang ada di lingkungan sekitar.
Sumber bahan pangan tersebut berasal dari tanaman serealia (biji-bijian seperti
padi, jagung, gandum), daging, telur, dan susu yang diambil dari peternakan. Selain pangan, manusia membutuhkan rumah sebagai tempat berlindung dari
panas dan hujan . Rumah tersebut dibuat dari kayu yang diambil dari tumbuhan
besar, misalnya pohon jati dan meranti. Manusia juga membutuhkan pakaian yang digunakan untuk
melindungi tubuhnya dari pengaruh cuaca buruk. Bahan pakaian bisa berasal dari
tumbuhan seperti kapas dan serat rosela. Selain itu, pakaian juga dihasilkan
dari ulat sutera. Oksigen juga
merupakan kebutuhan pokok, karena salah satu ciri makhluk hidup adalah
bernapas. Pada waktu bernapas, manusia membutuhkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Oksigen yang dibutuhkan manusia bersal dari hasil fotosintesis
yang dilakukan tumbuhan. Karena sebagian besar tumbuhan hidup di hutan, maka
keberadaan hutan yang lestari akan menjamin ketersediaan oksigen bagi manusia
dan makhluk lain. Setelah kebutuhan primernya terpenuhi, manusia memiliki
tambahan berbagai kebutuhan, yang disebut kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder antara lain berupa sarana
rekreasi (taman wisata dan hutan wisata), sarana konservasi/pelestarian (taman
nasional, hutan lindung, dan cagar alam), sarana pendidikan (taman nasional,
cagar alam, hutan lindung, kebun raya, dan kebun binatang). Pemanfaatan
keanekaragaman hayati telah dilakukan oleh masyarakat selama berabad-abad
berdasarkan berbagai sistem pengetahuan yang berkembang. Misalnya masyarakat
Indonesia telah menggunakan lebih dari 6.000 spesies tanaman berbunga (liar
maupun yang dibudidayakan) untuk memenuhi kebutuhan akan sandang, pangan,
papan, dan obat-obatan. Mereka mengetahuai pola tanam tumpang sari untuk
mengendalikan hama. Pengetahuan tradisional tentang keanekaragaman hayati tercermin
dari pola pemanfaatan sumber daya hayati, pola pertanian tradisional, serta
pelestarian alam yang masih hidup pada banyak kelompok masyarakat di Indonesia
Berdasarkan tingkatan prioritasnya, kebutuhan manusia terhadap keanekaragaman
hayati dibedakan menjadi dua, yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder.
Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang sifatnya mutlak untuk dipenuhi, meliputi
sumber bahan pangan, rumah (tempat tinggal), pakaian, dan oksigen. Sedangkan
kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan yang sifatnya tambahan. Kebutuhan primer yang utama adalah makanan. Kebutuhan manusia terhadap
makanan bergantung dari tumbuhan dan hewan yang ada di lingkungan sekitar.
Sumber bahan pangan tersebut berasal dari tanaman serealia (biji-bijian seperti
padi, jagung, gandum), daging, telur, dan susu yang diambil dari peternakan. Selain pangan, manusia membutuhkan rumah sebagai tempat berlindung dari
panas dan hujan . Rumah tersebut dibuat dari kayu yang diambil dari tumbuhan
besar, misalnya pohon jati dan meranti. Manusia juga membutuhkan pakaian yang digunakan untuk
melindungi tubuhnya dari pengaruh cuaca buruk. Bahan pakaian bisa berasal dari
tumbuhan seperti kapas dan serat rosela. Selain itu, pakaian juga dihasilkan
dari ulat sutera. Oksigen juga
merupakan kebutuhan pokok, karena salah satu ciri makhluk hidup adalah
bernapas. Pada waktu bernapas, manusia membutuhkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Oksigen yang dibutuhkan manusia bersal dari hasil fotosintesis
yang dilakukan tumbuhan. Karena sebagian besar tumbuhan hidup di hutan, maka
keberadaan hutan yang lestari akan menjamin ketersediaan oksigen bagi manusia
dan makhluk lain. Setelah kebutuhan primernya terpenuhi, manusia memiliki
tambahan berbagai kebutuhan, yang disebut kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder antara lain berupa sarana
rekreasi (taman wisata dan hutan wisata), sarana konservasi/pelestarian (taman
nasional, hutan lindung, dan cagar alam), sarana pendidikan (taman nasional,
cagar alam, hutan lindung, kebun raya, dan kebun binatang).
1.1. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Biologi Umum dengan Materi
Keanekaragaman Hayati adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui susunan dan
dominansi suatu vegetasi dari areal atau ekosistem.
2. Mengetahui suksesi
vegetasi, yang dilakukan dari waktu ke waktu, karena susunan vegetasi mengalami
perubahan sesuai dengan perubahan lingkungan.
3.
Mengetahui
keanekaragaman komunitas vegetasi pada suatu areal atau ekosistem tertentu.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian Keanekaragaman hayati
Keanekaragaman hayati adalah
keanekaragaman pada makhluk hidup yang menunjukkan adanya variasi bentuk,
penampilan, ukuran, serta ciri-ciri lainnya. Keanekaragaman hayati disebut juga
biodiversitas (biodiversity),
meliputi keseluruhan berbagai variasi yang terdapat pada tingkat gen, jenis,
dan ekosistem di suatu daerah. Keanekaragaman ini terjadi karena adanya
pengaruh faktor genetik dan
faktor lingkungan yang memengaruhi
fenotip (ekspresi gen) (Faidah, 2009). Keanekaragaman hayati atau disebut dengan biodiversitas merupakan keseluruhan variasi organisme yang memiliki
perbedaan bentuk, penampilan, jumlah, maupun sifat yang dapat ditemukan pada tingkat
gen, tingkat spesies, dan tingkat ekosistem. Setiap makhluk hidup memiliki ciri
dan tempat hidup yang berbeda. Melalui pengamatan dapat dibedakan jenis-jenis makhluk hidup berdasarkan bentuk morfologi, ukuran
morfologi, habitat, tingkah laku, cara
berkembang biak, dan jenis makanan. Pada umumnya poladistribusi penyebaran
tumbuhan dan hewan dikendalikan oleh factor abiotik. Perubahan pada factor
abiotik dapat menyebabkan organisme berkembang dan melakukan spesialisasi.
2.2. Tingkat Keanekaragaman Hayati
Pada umumnya keanekaragaman hayati dibagi
menjadi tiga tingkatan yaitu 1). Keanekaragaman Tingkat Ekosistem, Ekosistem berarti suatu kesatuan yang dibentuk oleh
hubungan timbal balik antara makhluk hidup (komponen biotik) dan lingkungannya (komponen abiotik). Setiap ekosistem memiliki ciri-ciri lingkungan
fisik, lingkungan kimia, tipe vegetasi, dan tipe hewan yang spesifik. Kondisi
lingkungan makhluk hidup ini sangat beragam. Kondisi lingkungan yang beragam
tersebut menyebabkan jenis makhluk hidup yang menempatinya beragam pula.
Keanekaragaman seperti ini disebut sebagai keanekaragaman tingkat ekosistem.
Faktor abiotik yang memengaruhi faktor biotik di antaranya adalah iklim, tanah,
air, udara, suhu, angin, kelembapan, cahaya, mineral, dan tingkat keasaman.
Variasi faktor abiotik menimbulkan kondisi berbeda pada setiap ekosistem. Untuk
mengetahui adanya keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem, dapat dilihat
dari satuan atau tingkatan organisasi kehidupan di tempat tersebut. Secara garis besar, terdapat dua ekosistem
utama, yaitu ekosistem daratan (eksosistem terestrial) dan ekosistem perairan (ekosistem
aquatik). Ekosistem darat terbagi atas beberapa bioma, di antaranya bioma
gurun, bioma padang rumput (savana), bioma hutan gugur, dan bioma hutan hujan tropis,
bioma taiga, dan bioma tundra. Bioma diartikan
sebagai kesatuan antara iklim dominan dan vegetasi serta hewan yang hidup di
dalam iklim dominan tersebut. Adapun ekosistem perairan dapat dibagi menjadi
ekosistem perairan tawar, ekosistem laut, ekosistem pantai, ekosistem hutan
bakau, dan ekosistem terumbu karang; 2).
Keanekaragaman Tingkat Spesies, Suatu individu dikatakan satu spesies
dengan individu lainnya jika dalam kondisi alami keduanya mampu melakukan
perkawinan. Selain itu, dari perkawinannya tersebut dapat dihasilkan keturunan
yang fertil (subur).
Keanekaragaman tingkat spesies merupakan tingkatan keanekaragaman yang mudah
dilihat. Keanekaragaman tingkat spesies ditunjukkan dengan adanya jenis-jenis tumbuhan, hewan,
serta mikroorganisme yang berbeda - beda. Saat ini di dunia terdapat lebih dari
325.000 spesies tumbuhan, 1.600.000 spesies hewan, dan 160.000 spesies
mikroorganisme. Jumlah tersebut setiap tahunnya dapat terus berubah dengan
terus dilakukannya penelitian-penelitian terhadap makhluk hidup dan penemuan
spesies-spesies baru. Setiap spesies makhluk hidup tersebut memiliki ciri-ciri
khusus yang membedakannya dengan
spesies lainnya; 3). Keanekaragaman
Tingkat Genetik, Gen adalah materi hereditas di dalam kromosom yang
mengendalikan sifat makhluk hidup. Gen terdapat di setiap inti sel makhluk
hidup. Gen pada makhluk hidup memiliki perangkat dasar yang sama, tetapi
memiliki susunan yang berbeda. Hal ini menyebabkan setiap makhluk hidup
memiliki fenotipe maupun genotipe yang berbeda. Sifat fenotipe
makhluk hidup merupakan sifat hasil ekspresi gen yang terlihat. Misalnya, pada
tumbuhan warna daun hijau tua, bentuk daun lebar, jenis batang melebar. Adapun
sifat genotipe adalah tipe susunan gen yang dimiliki makhluk hidup tersebut.
Keanekaragaman tingkat gen menimbulkan variasi
antar individu dalam satu spesies. Contoh keanekaragaman tingkat gen
yang mudah diamati adalah adanya buah manis dan buah asam pada satu pohon
mangga yang sama; dan perbedaan warna kuning, merah, atau putih pada biji jagung.
variasi gen dipengaruhi juga oleh lingkungan. Oleh karena itu, selain
dipengaruhi gen, ciri fenotipe yang tampak dari suatu spesies juga dipengaruhi
lingkungan. Oleh karena itu, dua individu dalam suatu spesies dengan susunan
gen yang sama, belum tentu memiliki ciri yang sama pula.
2.3. Faktor Timbulnya Keanekaragaman
Hayati
Ada dua faktor penyebab terjadinya
keanekaragaman, yaitu faktor keturunan atau faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor keturunan disebabkan oleh adanya gen yang akan memberikan
sifat dasar atau sifat bawaan. Sifat bawaan ini diwariskan secara turun-temurun
dari induk kepada keturunannya. Namun, sifat bawaan terkadang tidak muncul
(tidak tampak) karena faktor lingkungan. Faktor bawaan sama, tetapi
lingkungannya berbeda, akan mengakibatkan sifat yang tampak menjadi berbeda.
Jadi, terdapat interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Karena
adanya kedua faktor tersebut, muncullah keanekaragaman hayati. Sebagai contoh,
kita tanam bunga bougenvill secara setek ke dalam dua pot yang diberi media
tanam berbeda. Karena dari tanaman setek, secara genetik tanaman tersebut sama,
dalam arti gen yang dikandung di dalamnya sama. Tanaman yang diberi media tanam
humus (bersifat asam) akan menghasilkan bunga berwarna oranye, sedangkan yang
ditanam di pot yang diberi media tanam kapur (bersifat basa) akan menghasilkan
bunga berwarna ungu. Jadi, perbedaan keasaman tanah dapat mengakibatkan keanekaragaman
bunga bougenvill.
III.
BAHAN
DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Pratikum
Biologi Umum dengan materi keanekaragaman hayati dilaksanakan pada hari sabtu,
26 November 2016 pada pukul 07.00 – 08.00 WIB. Bertempat di halaman Fakultas
Kedokteran Universitas Palangka Raya
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang
digunakan yaitu vegetasi padang rumput. Dan alat yang digunakan adalah tali
rapia, meteran, parang, patok, ph meter, alat tulis, kamera dan pengukur
kelembaban udara.
3.3. Cara Kerja
Berikut
cara kerja praktikum keanekaragaman hayati antara lain yaitu :
1. Menentukan lokasi vegetasi yang ingin diamati
2. Membuat petak pada lokasi yang telah ditentukan
berbentuk segi empat menggunakan tali rapia dengan ukuran 3 x 3 m pada lokasi
yang akan diamati.
3. Membagi petak tersebut menjadi sembilan bagian yang
kecil-kecil dengan ukuran 1 x 1 m.
4. Memberi nomor dari satu hingga sembilan pada setiap
petak.
5. Mendokumentasikan petak dengan menggunakan kamera
handphone.
6. Mengamati ragam jenis tumbuhan pada setiap petak.
7. Mendokumentasikan tumbuhan yang hidup disetiap petak.
8. Mencatat hasil pengamatan pada lembar kerja.
4.2. Pembahasan
1.1.14.2.1. Alang-alang
Akar tumbuhan alang-alang
memiliki tunas yang merayap didalam tanah sistem perakarannya serabut dan
banyak memiliki rambut akar yang lebat dan ujungnya meruncing. Batangnya
biasanya memiliki tinggi sekitar 1,2-1,5 m. permukaan batang alang-alang ini
beruas-ruas. Daun alang-alang berbentuk garis lenset dengan pangkal menjepit
dan berbentuk talang, panjangnya sekitar 15-80 cm. bunganya memiliki benang
sari yang kerap kali dengan kepala sari putih atau ungu. Alang-alang dapat
berkembang biak dengan cepat, dengan benih-benihnya yang tersebar cepat bersama
angin, atau melalui rimpangnya yang lekas menembus tanah yang gembur.
Alang-alang tidak suka tumbuh ditanah yang gersan atau berbatu. Rumput ini
senang dengan tanah-tanah yang cukup subur, banyak disinari matahari sampai
agak teduh, dengan kondisi lembab atau kering. Pada petak pengamatan tumbuhan
alang tumbuh banyak, hal ini karena kondisi tanah yang subur dan dan tidak
terdapat banyak batu.
1.1.14.2.2. Karamunting
Tumbuhan karamunting berakar tunggang, berbentuk
kerucut panjang, tumbuh lurus kebawah, bercabang banyak. Batangnya berbentuk
bulat dengan tinggi rata-rata 0,5 – 1,5 m. daunnya tunggal bangun elips
memanjang sampai lonjong, duduk daun berhadapan berhadapan bersilang, permukaan
dau berambut bila diraba terasa kasar, pangkal daun membulat, tepi daun rata,
ujung daun meruncing. Bunga termasuk bunga majemuk berwarna ungu
kemerah-merahan, buahnya dapat dimakan mempunyai biji berukuran kecil. tumbuhan karamunting
tumbuh liar pada tempat yang mendapat sinar matahari yang cukup, seperti di
lereng gunung, semak belukar, lapangan yang tidak terlalu gersang. Tumbuhan ini
biasanya ditemukan sampai pada ketinggian 1.650 meter di atas permukaan laut.
Pada petak pengamatan tumbuhan karamunting tumbuh banyak, hal ini dikarenakan
tanahnya yang subur, sedikit batu tidak kering dan banyak mendapat sinar
matahari yang sangat sesuai dengan tumbuhan karamunting.
1.1.14.2.3. Rumput
jarum
Tumbuhan rumput jarum berakar serabut, batangnya
berdiri tegak mencapai tinggi sekitar 0,1 sampai 0,2 m. daun tumbuhan ini
berbentuk seperti pita bergaris, bagian ujung daun rumput jarum ini meruncing
dan mempunyai ukuran daun sekitar 2 sampai 20 cm dengan lebar 4 sampai 9
mm. daun rumput jarum rapat rapat di
sepanjang rimpang sehingga membentuk hamparan yang menutupi permukaan tanah.
Rumpu jarum mempunyai bunga majemuk yang muncul di bagian ujung batang yang
tegak, bukan merayap. Bunga rumput jarum ini seperti bunga padi-padian yang
tersusun dalam tandan atau malai yang cabangnya banyak. Perbungaan rumput jarum
berukuran sekitar 5 sampai 12 cm dan mempunyai tangkai bunga yang berbulu dan
berwarna keunguan dan berbentuk karangan serta anak bulir bunga berbentuk
lenset dengan bagian ujung meruncing. Rumput jarum ini sering ditemui di
kawasan yang rumputnya tidak tebal dan tanahnya tidak mengandung humus yang
banyak serta struktur tanah sedikit keras. Pada petak pengamatan rumput jarum
tumbuh banyak, hal ini karena kondisi tanah yang cocok dengan tumbuhan rumput
jarum dan juga lingkungan sekitarnya yang belum tumbuh tidak terlalu banyak
sehingga jarak antar tumbuhan tidak terlalu rapat.
1.1.14.2.4. Rumput bulu Babi
Tumbuhan rumput bulu babi berakar serabut, daunnya
berwarna hijau dengan bentuk memanjang seperti duri. Tinggi tanaman ini
rata-rata 5 cm, dan hidup bergerombol. Tumbuhan rumput bulu babi mempunyai
kelebihan yaitu, tahan panas, tidak gampang kalah dengan rumput liar, cocok
untuk area pingir pantai, perkotaan dan pabrik. Selain itu rumput bulu babi
tidak gampang mati jika terserang hama dan rumput liar. Tumbuhan rumput bulu
babi sangat banyak pada petak pengamatan, hal ini karena sifatnya yang tahan
dan tidak gampang kalah dengan rumput liar lainnya. Selain itu tanah pada petak
juga cukup subur dan banyak terkena sinar matahari.
1.1.14.2.5. Rumput paku kawat
Tumbuhan paku kawat
memiliki sistem perakaran serabut dengan kaliptra pada ujungnya. Jaringan
akarnya terdiri dari epidermis, korteks, dan silinder pusat. batangnya memiliki
bentuk seperti kawat, pada bagian ujung batang yang bercabang-cabang dan
terdapat sporofil dengan struktur berbentuk gada ( strobilus ) yang mengandung
sporangium. Daun tumbuhan ini berbentuk seperti rambut atau sisik yang tersusun
rapat pada batangnya. Jika ditinjau dari ukuran daun, maka daun tumbuhan paku
ada yang berukuran kecil (mikrofil) dan berukuran besar ( makrofil ). Daun
mikrofil tidak bertangkai dan tidak bertulang, serta membentuk rambut atau
sisik. Sedangkan daun makrofil bertangkai, dan memiliki tulang daun. Umumnya
habitat tumbuhan paku pada tempat yang lembab, bisa di darat, perairan ataupun
menempel. Pada petak pengamatan paku kawat tidak terlalu banyak seperti
alang-alang, hal ini karena tumbuhan ini menyukai tempat yang lembab.
1.1.14.2.6. Rumput Teki
Tumbuhan rumput teki adalah rumput liar yang tumbuh di
tempat terbuka, sering dianggap sebagai gulma, dan sering tumbuh di pinggir
jalan, tegalan, lapangan rumput atau lahan pertanian. rumput ini bisa tumbuh
dihampir berbagai jenis kondisi tanah dengan ketinggian 1 – 1000 meter diatas
permukaan laut yang tumbuh diberbagai jenis tanah Rumput ini memilii sistem
perakaran serabut, batangnya berbentuk seperti segitiga dengan ketinggian
kira-kira 10 – 75 cm. daun rumput teki terletak pada pangkal batang membentuk
roset akar dengan pelepah daun tertutup tanah. Daunnya berjumlah sekitar 4 -10
helaian, berbentuk seperti bangun pita dengan pertulangan daun sejajar dan
bagian tepi daun rata. Permukaan atas daun rumput teki berwarna hijau mengkilap
dengan panjang 10 – 60 cm dan lebar 2 – 6 cm. perbungaan rumput teki adalah
bunga majemuk yang berbentuk bulir. Bunganya berjumlah 8 sampai 25 bunga yang
terkumpul dan berbentuk paying dan mempunyai warna kuning atau cokelat
kekuningan. Pada petak pengamatan tumbuhan rumput teki tumbuh relative banyak,
hal ini dikarenakan tanah pada petak yang lumayan subur, suhu yang sesuai bagi
tumbuhan dan banyak mendapat sinar matahari.
V.
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Komponen – komponen tumbuhan penyusun vegetasi pada suatu areal atau
ekosistem pada umumnya terdiri dari semak belukar, tumbuhan epifit,
paku-pakuan, tumbuhan palma, tumbuhan pemanjat, tumbuhan terna dan pohon.
Susunan suatu vegetasi pada sebua
areal sangat di pengaruhi dengan lingkungan, misalnya jika suatu kebun tidak
dpelihara, atau lapangan rumput yang tidak pernah dipotong secara teratur maka
vegetasinya akan mengalami perubahan dan tidak tetap seperti terus menerus.
Berbagai tumbuhan liar akan tumbuh dan mengubah sama sekali vegetasi asalnya.
Demikian juga suatu lahan pertanian yang tidak digarap, maka herba, perdu, dan
pohon liar akan tumbuh menguasai daerah atau lahan pertanian tersebut, dan
apabila kondisi tanahya memungkinkan vegetasinya akan berkembang membentuk
komonitas hutan.
Pada suatu areal atau ekosistem
terdapat beragam vegetasi yang menempati areal tersebut, pada ekosistem darat
misalnya terdapat berbagai macam vegetasi seperti vegetasi pamah, vegetasi
rawa,vegetasi hutan mangrove, vegetasi pegunungan, vegetasi padang rumput,
vegetasi terbuka lereng berbatu, vegetasi rawa gambut, vegetasi danau, vegetasi
alpin, dan vegetasi munson.
5.2.
Saran
Setelah mengikuti kegiatan
praktikum mengenai keanekaragaman hayati ini saya berharap praktikan dapat
mengetahui tentang keanekaragaman hayati di Indonesia dan pemanfaatannya, dan
untuk praktikum selanjutnya diharapkan praktikan dapat mempersiapkan diri agar
pada saat pelaksanaan praktikum selanjutnya bisa lebih baik lagi
Comments
Post a Comment