LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN

HORMON AUKSIN UNTUK PERTUMBUHAN AKAR





NAMA
NIM
KELOMPOK









JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2017



LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN
HORMON AUKSIN UNTUK PERTUMBUHAN AKAR










Telah diperiksa dan disetujui oleh Asisten Praktikan pada
                                      Hari          :……………….......
                                      Tanggal    :……………….......



















ASISTEM PRAKTIKUM



NAMA
NIM







PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Dalam pembuatan stek batang terdapat beberapa permasalahan yang biasanya dihadapi, misalnya seperti tidak adanya akar tungang pada tanaman, sehingga mudah roboh. Oleh karena itu, tanaman hasil perbanyakan stek hanya dapat ditanam di lokasi yang permukaan airnya tanahnya dangkal. Selain itu, pembuatan stek batang tidak dapat diterapkan pada semua tanaman. Hanya tanaman yang mampu bertahan hidup lama setelah terpisah dari induknya saja yang dapat diperbanyak dengan teknik ini.
Ada beberapa hormon yang berperan dalam stek batang, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Auksin, hormon ini berperan dalam Menghambat pembentukan tunas samping. Pertumbuhan tunas ujung menghambat pertumbuhan tunas samping,   Memacu pertumbuhan akar liar pada batang, Memacu pertumbuhan akar pada tanaman yang dikembangbiakkan dengan stek, dan Memacu berbagai sel tumbuhan untuk menghasilkan etilen; 2) Giiberelin, hormon ini berperan dalam memacu pemanjangan batang; 3) Sitokinin, berperan dalam  Memacu pembelahan sel pada tahapan sitokinesis,  Memacu pembentukan kalus menjadi kuncup, batang, dan daun,  Memacu pertumbuhan kuncup samping atau menghambat pengaruh dominansi apikal, dan   Memperbesar daun muda; 4) Kalin, berperan dalam merangsang pertumbuhan organ (organogenesis). 5) Asam Traumalin, berperan dalam dalam proses pembentukan kembali sel-sel yang rusak, jika jaringan tumbuhan terluka .
Hormon auksin merupakan salah satu hormon yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, terutama dalam hal memacu pertumbuhan akar pada tanaman yang dikembangbiakan dengan stek, sehingga mempelajari pengaruh hormon auksin terhadap pertumbuhan akar sangat penting dalam hal pertanian, terutama pertanian yang mengembangbiakan tanaman budidaya dengan cara stek batang maupun stek akar.


1.2. Tujuan Pratikum
       Tujuan pratikum Fisiologi Tumbuhan dengan materi hormon auksin untuk pertumbuhan akar adalah untuk mengetahui pemberian hormon auksin terhadap pembentukan akar stek tanaman.






II.     TINJAUAN PUSTAKA
1.1.  Fitohormon
Hormon pada tumbuhan atau fitohormon adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan tumbuhan. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di dalam sel pada kadar yang sangat rendah menjadi prekursor (pemicu) proses transkripsi RNA. Hormon tumbuhan sendiri dirangsang pembentukannya melalui signal berupa aktivitas senyawa-senyawa reseptor sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan yang terjadi di luar sel. Kehadiran reseptor akan mendorong reaksi pembentukan hormon tertentu. Apabila konsentrasi suatu hormon di dalam sel telah mencapai tingkat tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan hormon lainnya, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.

      Terdapat banyak sekali jenis fitohormon yang terdapat pada tumbuhan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Auksin, Auksin mampu mempengaruhi sejumlah perubahan fisiologi di dalam sel, misalnya auksin menaikkan permeabilitas membran plasma terhadap bahan-bahan organik sehingga penyerapan bahan organik ke dalam sel menjadi lebih tinggi. Setelah beberapa saat auksin memacu sintesis RNA dan protein, sekaligus mempengaruhi plastisitas dinding sel sehingga memungkinkan pembesaran sel. Selain memacu pembentukan RNA dan protein, auksin juga menghambat penguraiannya. Auksin juga dapat mengaktifkan beberapa jenis enzim. Pengaruh auksin ditentukan oleh konsentrasinya, artinya pada konsentrasi rendah pengaruhnya kecil, semakin tinggi akan bertambah sampai optimum, sesudah itu akan memberi efek menghambat. Selain berperan pada pertumbuhan dan perkembangan sel, auksin juga berperan pada berbagai proses morfogenesis, misalnya dormansi apikal, pengguguran daun dan buah, partenokarpi; 2) Sitokinin, Sitokinin berperan menaikkan kadar RNA dan protein pada berbagai jaringan. Hal ini disebabkan sitokinin menghambat penguraian serta memacu sintesis RNA dan protein, dengan mekanisme inaktivasi alosterik terhadap RNAase dan protease. Pada umumnya sitokinin memacu berbagai proses metabolisme dan pacuan terbesar berlangsung di tempat dengan konsentrasi tertinggi. Sitokinin mempunyai efek menahan bahan organik, terutama protein dan memacu jaringan untuk menyerap air dari sekitarnya. Dalam kaitannya dengan sintesis protein, sitokinin selanjutnya memacu pembelahan sel. Sitokinin disintesis di akar, dengan bahan dasar purin dan disubstitusi dengan isopentenyl (IPA = isopentenylaminopurin), sedang gugus isopentenyl dibuat dari asam mevalonat. Sintesis sitokinin dipacu oleh temperatur di atas 20oC dan hari panjang, sebaliknya dihambat oleh temperatur rendah, hari pendek dan kekurangan air. Transport sitokinin bersifat apolar dan terutama berlangsung melalui xylem. Pada proses morfogenesis peran sitokinin yang terpenting adalah menyebabkan dominasi apikal dan menunda proses penuaan jaringan dan organ; 3) Giberelin, peran giberelin pada tingkat sel dengan cara mempengaruhi sejumlah proses fisiologi yang belum dapat diterangkan secara jelas. Pada beberapa peristiwa peran giberelin itu berupa pemacuan terhadap sintesis RNA dan protein. Dalam hal ini terbentuknya enzim hidrolase merupakan efek giberelin yang paling besar, sehingga berbeda dengan auksin, giberelin mampu memacu penguraian bahan organik cadangan misalnya pada biji yang berkecambah atau kuncup dorman yang tumbuh kembali. Peran giberelin terlihat nyata bila terdapat bersama dengan hormon lain, misalnya pembentukan enzim amilase pada perkecambahan biji merupakan kerjasama giberelin dengan sitokinin; 4) Asam Absisat, berperan dalam menghambat sintesis RNA karena efek alosterik. Absisin juga memacu produksi senyawa karbohidrat yang akan disimpan sebagai cadangan makanan. Absisin menghambat kerja ATPase, sehingga transport zat hara pada membran terhambat. Termasuk di sini hambatan masuknya K+ ke dalam sel penutup stoma, sehingga stomata menutup. Absisin merupakan hormon yang menyebabkan tumbuhan mampu mempertahankan diri terhadap kekeringan. Pada jaringan tua absisin memacu sintesis etilen; 5) Etilen, Etilen mampu menghambat transport auksin di dalam parenkim. Proses ini menjadi penyebab terjadinya pengguguran daun dan buah.Pengaruh etilen juga berhubungan dengan persaingannya dengan CO2 untuk memperoleh titik ikat yang sama, sehingga etilen mampu mempengaruhi enzim secara tidak langsung. Hal ini terlihat misalnya terjadinya pacuan etilen terhadap aktivitas enzim fenilalaninamoniumlyase dan selulase di zone pengguguran pada tangkai daun. Pengaruh pemberian etilen sangat berkurang bila pada saat yang sama diberikan CO2 .


1.1.  Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur Tumbuh adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Zat Pengatur Tumbuh mempunyai peranan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan hidup suatu tanaman. Zat Pengatur Tumbuh dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik.
Terdapat banyak sekali jenis Zat pengatur tumbuh yang terdapat pada tumbuhan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Auksin, Auksin mampu mempengaruhi sejumlah perubahan fisiologi di dalam sel, misalnya auksin menaikkan permeabilitas membran plasma terhadap bahan-bahan organik sehingga penyerapan bahan organik ke dalam sel menjadi lebih tinggi. Setelah beberapa saat auksin memacu sintesis RNA dan protein, sekaligus mempengaruhi plastisitas dinding sel sehingga memungkinkan pembesaran sel. Selain memacu pembentukan RNA dan protein, auksin juga menghambat penguraiannya. Auksin juga dapat mengaktifkan beberapa jenis enzim. Pengaruh auksin ditentukan oleh konsentrasinya, artinya pada konsentrasi rendah pengaruhnya kecil, semakin tinggi akan bertambah sampai optimum, sesudah itu akan memberi efek menghambat. Selain berperan pada pertumbuhan dan perkembangan sel, auksin juga berperan pada berbagai proses morfogenesis, misalnya dormansi apikal, pengguguran daun dan buah, partenokarpi; 2) Sitokinin, Sitokinin berperan menaikkan kadar RNA dan protein pada berbagai jaringan. Hal ini disebabkan sitokinin menghambat penguraian serta memacu sintesis RNA dan protein, dengan mekanisme inaktivasi alosterik terhadap RNAase dan protease. Pada umumnya sitokinin memacu berbagai proses metabolisme dan pacuan terbesar berlangsung di tempat dengan konsentrasi tertinggi. Sitokinin mempunyai efek menahan bahan organik, terutama protein dan memacu jaringan untuk menyerap air dari sekitarnya. Dalam kaitannya dengan sintesis protein, sitokinin selanjutnya memacu pembelahan sel. Sitokinin disintesis di akar, dengan bahan dasar purin dan disubstitusi dengan isopentenyl (IPA = isopentenylaminopurin), sedang gugus isopentenyl dibuat dari asam mevalonat. Sintesis sitokinin dipacu oleh temperatur di atas 20oC dan hari panjang, sebaliknya dihambat oleh temperatur rendah, hari pendek dan kekurangan air. Transport sitokinin bersifat apolar dan terutama berlangsung melalui xylem. Pada proses morfogenesis peran sitokinin yang terpenting adalah menyebabkan dominasi apikal dan menunda proses penuaan jaringan dan organ; 3) Giberelin, peran giberelin pada tingkat sel dengan cara mempengaruhi sejumlah proses fisiologi yang belum dapat diterangkan secara jelas. Pada beberapa peristiwa peran giberelin itu berupa pemacuan terhadap sintesis RNA dan protein. Dalam hal ini terbentuknya enzim hidrolase merupakan efek giberelin yang paling besar, sehingga berbeda dengan auksin, giberelin mampu memacu penguraian bahan organik cadangan misalnya pada biji yang berkecambah atau kuncup dorman yang tumbuh kembali. Peran giberelin terlihat nyata bila terdapat bersama dengan hormon lain, misalnya pembentukan enzim amilase pada perkecambahan biji merupakan kerjasama giberelin dengan sitokinin; 4) Asam Absisat, berperan dalam menghambat sintesis RNA karena efek alosterik. Absisin juga memacu produksi senyawa karbohidrat yang akan disimpan sebagai cadangan makanan. Absisin menghambat kerja ATPase, sehingga transport zat hara pada membran terhambat. Termasuk di sini hambatan masuknya K+ ke dalam sel penutup stoma, sehingga stomata menutup. Absisin merupakan hormon yang menyebabkan tumbuhan mampu mempertahankan diri terhadap kekeringan. Pada jaringan tua absisin memacu sintesis etilen; 5) Etilen, Etilen mampu menghambat transport auksin di dalam parenkim. Proses ini menjadi penyebab terjadinya pengguguran daun dan buah.Pengaruh etilen juga berhubungan dengan persaingannya dengan CO2 untuk memperoleh titik ikat yang sama, sehingga etilen mampu mempengaruhi enzim secara tidak langsung. Hal ini terlihat misalnya terjadinya pacuan etilen terhadap aktivitas enzim fenilalaninamoniumlyase dan selulase di zone pengguguran pada tangkai daun. Pengaruh pemberian etilen sangat berkurang bila pada saat yang sama diberikan CO2.

1.2.Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Hormon
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerja hormon, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Konsentrasi, beberapa hormon tumbuhan ditentukan oleh konsentrasinya, artinya pada konsentrasi rendah pengaruhnya kecil, semakin tinggi akan bertambah sampai optimum, sesudah itu akan memberi efek menghambat; 2) Suhu, suhu atau temperatur yang tidak ideal dapat menghambat kerja hormon; 3) Cahaya, cahaya dapat menghambat kerja hormon auksin, oleh sebab itu tanaman yang diletakan ditempat gelap cenderung memiliki panjang batang yang tinggi dibandingkan tanaman yang diletakan ditempat terang.








III.          BAHAN DAN METODE
1.1.   Waktu dan Tempat
     Pratikum Fisiologi Tumbuhan dengan materi hormon auksin untuk pertumbuhan akar dilaksanakan pada hari selasa, 9 Mei 2017 pada pukul 15.00 – 16.40 WIB. Bertempat di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas pertanian, Universitas Palangka Raya.
1.2.   Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah IBA (konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, dan 60 ppm, tanah, air, stek tanaman singkong (Manihot esculenta). Alat yang digunakan adalah polybag, glass beaker, pisau dan penggaris.
3.3. Cara Kerja
Cara kerja yang digunakan dalam Praktikum Fisiologi Tumbuhan dengan materi hormon auksin untuk pertumbuhan akar adalah sebagai berikut :
a.       Menyiapkan 6 buah stek tanaman sepanjang 20 cm dengan diameter relatif seragam dan memilih jaringan stek yang tua.
b.      Mengisi pot dengan media tanah
c.       Mengencerkan IBA sebagai perlakuan
d.      Melakukan perendaman stek dengan IBA dengan 6 perlakuan yaitu : tanpa pemberian IBA, pemberian IBA 10 ppm, pemberian IBA 20 ppm, pemberian IBA 30 ppm, pemberian IBA 40 ppm, pemberian IBA 50 ppm, dan pemberian IBA 60 ppm,.
e.       Merendam stek sesuai dengan dosis perlakuan selama 1-2 jam
f.       Setelah itu potongan stek di tanam pada media tanah dalam pot yang sudah disediakan
g.      Menyiram tanaman untuk menjaga kelembaban tanah





IV.         HASIL DAN PEMAHASAN
4.1.   Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Jumlah Akar Stek Batang Singkong (Manihot esculenta)
No.
Konsentrasi IBA
Jumlah Akar Stek Batang
1
0 ppm
14
2
10 ppm
23
3
20 ppm
28
4
30 ppm
68
5
40 ppm
70
6
50 ppm
63

Tabel 2. Hasil Pengamatan Jumlah Tunas Stek Batang Singkong (Manihot esculenta)
No.
Konsentrasi IBA
Jumlah Tunas Stek Batang
1
0 ppm
1
2
10 ppm
3
3
20 ppm
5
4
30 ppm
3
5
40 ppm
4
6
50 ppm
5





Tabel 3. Hasil Pengamatan Panjang Akar Batang Singkong (Manihot escule
nta)
No.
Konsentrasi IBA
Panjang Akar Stek Batang (cm)
1
0 ppm
4,1
2
10 ppm
19
3
20 ppm
27
4
30 ppm
24,8
5
40 ppm
12
6
50 ppm
28

Tabel 4. Hasil Pengamatan Panjang Tunas Stek Batang Singkong (Manihot esculenta)
No.
Konsentrasi IBA
Panjang Tunas Stek Batang (cm)
1
0 ppm
2
2
10 ppm
7
3
20 ppm
6,5
4
30 ppm
3,2
5
40 ppm
3,1
6
50 ppm
9,5
4.2.  Pembahasan
4.2.1. Jumlah Akar Stek Batang Singkong (Manihot esculenta)
Berdasarkan data pada tabel 1 mengenai hasil pengamatan jumlah akar stek batang singkong (Manihot esculenta) dapat kita ketahui bahwa tanaman yang tidak diberi IBA memiliki jumlah akar sebanyak 14, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 23, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 20 ppm sebanyak 28, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 30 ppm sebanyak 68, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 40 ppm sebanyak 70, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 50 ppm sebanyak 63. Jadi berdasarkan data tersebut dapat kita simpulkan bahwa perlakuan terbaik adalah dengan memberi IBA dengan konsentrasi 40 ppm karena memiliki jumlah akar terbanyak, yaitu sebanyak 70 akar, dibandingkan dengan dengan 30 ppm yang berjumlah 68 dan 50 ppm yang hanya berjumlah 63 akar.

4.2.2.  Jumlah Tunas Stek Batang Singkong (Manihot esculenta)

Berdasarkan data pada tabel 2 mengenai hasil pengamatan jumlah tunas stek batang singkong (Manihot esculenta) dapat kita ketahui bahwa tanaman yang tidak diberi IBA memiliki jumlah tunas sebanyak 1, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 3, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 20 ppm sebanyak 5, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 30 ppm sebanyak 3, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 40 ppm sebanyak 4, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 50 ppm sebanyak 5. Jadi berdasarkan data tersebut dapat kita simpulkan bahwa perlakuan terbaik adalah dengan memberi IBA dengan konsentrasi 40 ppm dan 50 ppm karena memiliki jumlah tunas terbanyak, yaitu sebanyak 5 tunas. Dibandingkan dengan 10 ppm dan 30 ppm yang hanya memiliki jumlah tunas sebanyak 3 tunas.

4.2.3.   Panjang Akar Batang Singkong (Manihot esculenta)

Berdasarkan data pada tabel 1 mengenai hasil pengamatan panjang akar stek batang singkong (Manihot esculenta) dapat kita ketahui bahwa tanaman yang tidak diberi IBA memiliki panjang akar 4,1 cm, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 10 ppm  19 cm, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 20 ppm  27 cm, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 30 ppm  24,8 cm, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 40 ppm  12 cm, dan tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 50 ppm  28. Jadi berdasarkan data tersebut dapat kita simpulkan bahwa perlakuan terbaik adalah dengan memberi IBA dengan konsentrasi 50 ppm karena memiliki panjang akar terpanjang, yaitu 28 cm. Dibandingkan perlakuan dengan 40 ppm yang hanya 12 cm dan 10 ppm yang hanya 19 cm.

4.2.4.  Panjang Tunas Stek Batang Singkong (Manihot esculenta)


Berdasarkan data pada tabel 4 mengenai hasil pengamatan panjang tunas stek batang singkong (Manihot esculenta) dapat kita ketahui bahwa tanaman yang tidak diberi IBA memiliki panjang tunas 2 cm, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 10 ppm 7 cm, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 20 ppm 6,5 cm, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 30 ppm 3,2 cm, tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 40 ppm 3,1 cm, dan tanaman yang diberi IBA dengan konsentrasi 50 ppm 9,5 cm. Jadi berdasarkan data tersebut dapat kita simpulkan bahwa perlakuan terbaik adalah dengan memberi IBA dengan konsentrasi 50 ppm karena memiliki panjang tunas terpanjang, yaitu 9,5 cm. Dibandingkan dengan perlakuan dengan 10 ppm yang hanya 7 cm dan 40 ppm yang hanya 3,1 cm.

V.          PENUTUP
1.1.  Kesimpulan
Pemberian hormon auksin dengan konsentrasi yang tepat dapat mempercepat pembentukan akar dan tunas pada tanaman, tanaman yang diberi hormon auksin dengan konsentrasi 50 ppm memiliki panjang akar stek batang, jumlah tunas stek batang dan panjang tunas stek batang terbaik dibandingkan tanaman yang diiberi konsentrasi lebih rendah. Akan tetapi pada pengamatan jumlah akar stek batang, konsetrasi 40 ppm merupakan perlakuan terbaik dibandingkan perlakuan yang lain.
1.2.  Saran
       Setelah mengikuti kegiatan praktikum mengenai hormon auksin untuk pertumbuhan tunas ini saya berharap praktikan dapat mengetahui tentang pengaruh pemberian hormon auksin terhadap pembentukan tunas stek tanaman. Untuk praktikum selanjutnya saya berharap dalam pelaksanaannya dapat dilaksanakan dengan lebih baik lagi.





Comments

Popular posts from this blog

contoh laporan praktikum biologi umum pengamatan sel

Laporan Praktikum Biologi Umum Pengenalan Mikroskop

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR PEMBUATAN LARUTAN SEDERHANA